Pagu Indikatif 2026 : Efisiensi dan Prioritas Yang Berbeda, Apa Saja yang Terpangkas?
Bisakah Mencapai Kedaulatan Pangan, Energi, dan Ekonomi dalam Bingkai Efisiensi?
Pemerintah Republik Indonesia (melalui Kementerian Keuangan) baru saja menerbitkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2026. KEM PPKF ini akan digunakan oleh Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun depan1. KEM PPKF memuat “Pagu Indikatif” atau indikasi batas atas anggaran setiap Kementerian/Lembaga, serta indikasi Transfer ke Daerah, sekaligus memberikan gambaran prioritas anggaran Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih pada tahun 2026.
Kebijakan efisiensi2 yang telah disampaikan di awal tahun menunjukkan kehendak Pemerintah mengatur ulang anggaran yang telah direncanakan oleh Pemerintah sebelumnya. KEM PPKF 2026 menjadi kesempatan pertama Pemerintah saat ini merencanakan sendiri anggaran yang akan dilaksanakannya.
Bapak Putut Hari Satyaka, Deputi Bidang Pembiayaan dan Investasi Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, menyampaikan bahwa Pagu Indikatif 2026 yang pada saat itu sedang disusun bersifat baseline paska efisiensi 2025, dengan kemungkinan diefisienkan lebih lanjut, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan Prioritas Nasional dalam Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2026. Pagu Indikatif ini akan terus bergerak seiring proses penyusunan RKP dan APBN.

Atur Ulang Belanja K/L
KEM PPKF 2026 mengusung Tema Kedaulatan Pangan, Energi, dan Ekonomi. Sesuai dengan tema ini, Pemerintah menetapkan sembilan Kebijakan Khusus Belanja K/L dalam rangka menguatkan tema/sektor yang mendukung prioritas pembangunan, Arahan Presiden, dan tematik APBN. Kebijakan Khusus Belanja K/L melalui strategi ekonomi dan fiskal yang meliputi :
Ketahanan Pangan
Ketahanan Energi
Swasembada Air
Percepatan Perluasan MBG
Perluasan Akses dan Kualitas Pendidikan
Peningkatan Kualitas dan Akses Kesehatan
Pembangunan Desa, Koperasi, dan UMKM
Pertahanan Semesta
Percepatan Investasi dan Perdagangan Global
Meskipun KEM PPKF 2025 menjelaskan bahwa total Belanja Negara terus meningkat, Pagu Indikatif Belanja K/L 2026 tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Mengingat ukuran Kabinet Merah Putih yang besar, dan prioritas terhadap Program unggulan seperti MBG, maka total anggaran yang sama perlu didistribusikan ke lebih banyak pihak dan program. Meskipun Pagu Indikatif KEM PPKF ini baru bersifat… indikatif, sulit melihat total Belanja K/L akan ditambah secara signifikan untuk memenuhi kebutuhan Prioritas Nasional.
Karenanya, melihat perubahan anggaran seluruh K/L3, sebagian besar K/L memang mengalami pengurangan anggaran dibandingkan dengan APBN 2025. Dari 98 K/L dengan Bagian Anggarannya tersendiri:
77 K/L mengalami pengurangan anggaran
21 K/L mengalami penambahan anggaran
Badan Gizi Nasional (BGN) menerima tambahan anggaran paling besar senilai Rp 146,86 Triliun, mencapai total anggaran Rp 217,86 Triliun. Hal ini sesuai dengan prioritas Percepatan Perluasan MBG.
Di sisi lain, pengurangan anggaran bervariasi dari hanya -0.37% (Kementerian LH) hingga -86% (BNPB). Dengan variasi yang cukup besar ini, perlu ditelusuri lebih lanjut detail anggaran yang dipotong. Setiap K/L setidak-tidaknya memiliki 2 Program, dengan 3 jenis program yang mungkin4 yaitu:
Dukungan Manajemen, yaitu program yang menampung kegiatan-kegiatan pendukung pelaksanaan fungsi K/L dan administrasi pemerintahan. Program ini antara lain memuat belanja pegawai (gaji dan tunjangan ASN), operasional dan pemeliharaan kantor, kehumasan, protokoler, pendidikan dan pelatihan ASN, dan pendidikan kedinasan. Setiap K/L selalu memiliki Dukungan Manajemen.
Program Teknis untuk kegiatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi K/L tersebut.
Program Lintas untuk kegiatan-kegiatan yang pelaksanaannya bersifat lintas sektor/bidang dan dilakukan beberapa K/L.
Pada KEM PPKF 2026 juga memberikan detail program per K/L yang akan dilaksanakan dan pagu indikatifnya. Dilihat dari seluruh Program K/L5, sebagian besar Program juga mengalami pengurangan anggaran.
Dari 109 Program:
85 Program mengalami pengurangan anggaran
4 Program beranggaran sama/bersifat baru
20 Program mengalami penambahan anggaran
Program Dukungan Manajemen, yang menyerap 34,24% dari total belanja K/L (Rp 399,87 Triliun), mengalami pengurangan sebesar -4,07%. Hal ini mengindikasikan perlunya efisiensi fasilitas perkantoran di tengah penambahan ASN baru di pertengahan dan akhir tahun 2025.
Program Pemenuhan Gizi Nasional yang dikelola BGN mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 146,83 Triliun (menyisakan tambahan Rp 0,03 Triliun untuk Dukungan Manajemen BGN).
Yang menjadi perhatian khusus adalah, terdapat Program yang anggarannya dikurangi lebih dari setengahnya, hingga Program dengan anggaran 0 Rupiah.
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Komunikasi Digital, memiliki Program dengan anggaran 0 Rupiah, meski masih memiliki Program non-Dukungan Manajemen lainnya yang beranggaran.
Namun, terdapat 23 K/L yang tidak memiliki anggaran Program non-Dukungan Manajemen.
Memahami Pengurangan Pagu Indikatif Non-Dukungan Manajemen
Program Berkala
KPU dan Bawaslu tidak mendapatkan anggaran non-Dukungan Manajemen, kemungkinan terkait dengan Pemilu dan Pilkada berikutnya baru akan diselenggarakan pada tahun 2029.Pengalihan/Pelaksanaan Program oleh K/L lain
Program Ketersediaan, Akses dan Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional, dapat dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dan Badan Karantina Indonesia dengan program yang sama. Mudah juga dibayangkan bahwa Program Pemenuhan Gizi Nasional BGN mendukung Program tersebut.
Program Pengembangan dan Pengawasan BUMN Kementerian BUMN memiliki Pagu Indikatif 0 Rupiah. Dapat diduga bahwa fungsi tersebut akan mengandalkan dana yang dikelola Danantara dan berada di luar pembukuan APBN.
Program Ketahanan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana kemungkinan dapat dilaksanakan oleh Basarnas (Program Pencarian dan Pertolongan, menurun 56,4% dari Rp 642 M ke Rp 279,7 M), dan Kementerian Lingkungan Hidup (Program Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim, meningkat 40% dari Rp 29,3 M ke Rp 40,9 M), atau mobilisasi sumber daya Kepolisian/TNI-Kemenhan dalam keadaan mendesak.Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Kemenko
Kementerian Koordinator secara umum tidak memiliki anggaran non-Dukungan Manajemen. Hal ini memberikan indikasi perubahan pendekatan koordinasi untuk lebih mengandalkan sumber daya K/L teknis. Terdapat pengecualian Kemenko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan yang anggaran non-Dukungan Manajemen meningkat 1.252% dari Rp 2,5 Miliar menjadi Rp 33,58 Miliar.
Belum Terbiayainya Prioritas Pembangunan
Teridentifikasi beberapa fungsi yang masuk dalam Kebijakan Khusus Belanja K/L, namun tidak tergambarkan dalam Pagu Indikatif K/L terkait. Kementerian Investasi dan Hilirisasi tidak mendapatkan Pagu Indikatif untuk Program Penanaman Modal dan Hilirisasi, serta Kementerian Perdagangan yang Pagu Indikatif Perdagangan Luar Negeri-nya hanya mendapatkan Rp 2,3 Miliar, berkurang 98,99% dari tahun sebelumnya (Rp 227,1 Miliar), meskipun keduanya mendukung Kebijakan Khusus Belanja K/L Percepatan Investasi dan Perdagangan Global.
Terpangkasnya Kapasitas Penegakan Hukum
Hal yang menjadi perhatian penulis adalah kapasitas K/L penegakan hukum. Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tidak mendapatkan Pagu Indikatif untuk Program Non-Dukungan Manajemennya. Hal ini memunculkan kekhawatiran kapasitas K/L tersebut dalam melaksanakan fungsinya, terutama yang membutuhkan fasilitas dan aset lapangan di luar perkantoran.
Sebagai ilustrasi skenario yang mungkin terjadi: bagaimana jika dua pejabat publik diketahui akan melakukan transaksi suap di wilayah jauh dari Jakarta? KPK yang tidak memiliki kator pusat di Jakarta. Hal ini mendorong KPK jika ingin melaksanakan Operasi Tangkap Tangan perlu bekerja sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian yang memiliki perwakilan di daerah (yang juga mengalami pemotongan anggaran dan terbatas kapasitasnya). Khawatirnya, hal ini akan memberikan insentif bagi pejabat publik yang berniatan buruk untuk melakukan pertemuan di luar Jakarta untuk menyulitkan penegak hukum.
Transfer ke Daerah : Transfer ke Pusat
Efisiensi tidak hanya dilakukan pada Belanja K/L, tetapi juga untuk Transfer ke Daerah. Pagu Indikatif Transfer ke Daerah 2026 menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelimnya. Dana Alokasi Umum yang konsisten meningkat, kini direncanakan untuk berkurang. Perubahan terbesar terjadi pada Dana Bagi Hasil, dengan KEM PPKF 2026 merujuk bahwa fluktuasi ini adalah konsekuensi tren penerimaan negara yang dibagihasilkan6.
Dana Alokasi Khusus di tahun 2026 memiliki Pagu Indikatif Rp 151,5 Triliun, lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, KEM PPKF 2026 tidak menuliskan indikasi bidang-bidang DAK Fisik yang akan diadakan pada tahun 2026, tidak seperti KEM PPKF sebelumnya. DAK terkait Bantuan Operasional Satuan Pendidikan, Tunjangan Guru ASN Daerah, dan Bantuan Operasional Kesehatan dapat diduga akan terus diadakan pada tahun 2026. Jika demikian dan untuk ketiga DAK tersebut nilainya sama seperti tahun kemarin, maka sisa Pagu Indikatif yang tersisa untuk DAK Fisik dan Non Fisik Lainnnya hanyalah Rp 9.2 Triliun. Hal ini mengindikasikan sangat terbatasnya DAK Fisik yang akan dilaksanakan, mengurangi pembangunan fisik infrastruktur yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
Banyak yang Tidak Terbiayai, Apa Tahap Selanjutnya?
KEM PPKF 2026 adalah permulaan dari perencanaan dan penganggaran Pemerintah tahun depan. Direktur Penyusunan APBN Kemenkeu, Bapak Rofyanto Kurniawan, menyampaikan jadwal pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN TA 2026 dan RKP Tahun 2026 bersama dengan DPR. Bapak Putut Hari Satyaka juga memberikan linimasa perencanaan TA 2026.

Masyarakat dan pelaku pembangunan non pemerintah yang memiliki aspirasi atau pandangan terkait bagaimana anggaran Republik ini patutnya didistribusikan perlu memperhatikan siklus perencanaan dan penganggaran ini untuk memastikan advokasi yang dilakukan lebih tajam dan tepat sasaran. Rapat Kerja Komisi-Komisi DPR dengan mitra kerjanya pada 7-11 Juli 2025 menjadi kesempatan pertama K/L untuk menjelaskan dampak Pagu Indikatif dan efisiensi yang berlanjut ini terhadap kinerja K/L-nya kepada DPR dan ke publik (biasanya disiarkan langsung pada TVR Parlemen). Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja K/L juga akan memberikan gambaran terkait kegiatan-kegiatan spesifik yang mengalami efisiensi, dan perlu diidentifikasi dan dipahami pelaku pembangunan non pemerintah sesegera mungkin setelah dibuat publik.
Pasal 13 UU 17/2007 tentang Keuangan Negara
Inpres 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Perubahan Anggaran K/L Berdasarkan KEM PPKF 2026
Halaman 219 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
Perubahan Anggaran Program Berdasarkan KEM PPKF 2026
Pasal 111 UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menyatakan bahwa DBH terdiri atas DBH pajak (Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan, cukai hasil tembakau) dan DBH sumber daya alam (kehutanan, mineral dan batu bara, minyak dan gas, panas bumi, dan perikanan)