Apa yang Prioritas, Jika Semua Prioritas?
Atau: Panduan Pemetaan Prioritas Pembangunan Presiden Prabowo Periode Pertama
Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2025-2029 telah dibuat publik, setelah ditetapkan dan diundangkan pada 10 Februari 2025 (untuk ditelusuri lebih lanjut). Bahkan, sudah terdapat Ringkasan RPJMN 2025-2029 untuk membantu publik memahaminya.
Sebelum menulis ini, sudah banyak kawan yang bertanya, “Apa prioritas di RPJMN?” atau bahkan “Bagaimana bisa membaca RPJMN yang tebal itu?”. Harapannya, catatan ini bisa membantu menelusuri jawabannya.
“Jadi, 5 tahun ke depan apa sih prioritasnya?”
Sebenarnya, Presiden sudah menyampaikan visi dan misinya dalam Asta Cita masa kampanye kemarin.
Visi, misi, dan program yang sudah disampaikan oleh (pada saat itu, Calon) Presiden Prabowo sebelumnya dalam dokumen Asta Cita. Dokumen ini sudah cukup terperinci, dengan 1 Visi, 8 Misi Asta Cita, 17 Program Prioritas, 8 Program Hasil Terbaik Cepat, 28 Kelompok Program Kerja, dan 289 Program Kerja yang ingin dilaksanakan, disusun seperti pendopo.

Dan jika kita susun kembali poin-poinnya, kita akan menemui Sikat Presidensial, yang dengannya semua program Pemerintah disisir dan diperiksa jika memang mendukung Prioritas Presiden.
Apapun bentuknya, pendopo, sikat, gurita, fraktal, struktur ini bisa kita duga disusun untuk membantu Presiden, timnya, dan Pemerintah yang dipimpinnya untuk memiliki satu acuan yang sama, membagi tugas, mengategorikan prioritas, dan seterusnya, yang pada intinya membantu pelaksanaan prioritas.
Sentimen serupa juga disampaikan dalam RPJMN 2025-2029, bahwa untuk memudahkan pelaksanaannya di Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha (BUMN, Swasta), Prioritas Nasional ini dijabarkan kembali ke sesuatu yang disebut Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, dan Proyek Prioritas.
Tentu, kalau begitu, kita bisa ekspektasikan bahwa RPJMN ini menjabarkan atau menjelaskan lebih detail prioritas Presiden, bukan?

Disini mari akui, Institusi™ itu ada
Presiden tidak membangun Republik ini sendirian, bahkan tidak cukup dengan koalisinya.
Ketika Presiden dan Kabinet dilantik Oktober kemarin, mereka tentu tidak menyusun semuanya dari awal. Terdapat Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama, jajaran Eselon I, dan seluruh aparatur negara yang menyambut Presiden dan timnya. Terdapat Peraturan Perundang-undangan yang telah disahkan oleh Pemerintah terdahulu (contohnya, UU 59/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, #IndonesiaEmas2045) yang memberikan keleluasaan dan batasan terhadap Pemerintah hari ini, yang diingat, diinterpretasikan, dan dilaksanakan secara harian oleh para aparatur negara. Ini semua yang secara mudah disebut sebagai Institusi™.

Dalam penyusunan RPJMN 2025-2029 ini, Institusi juga turut menranslasikan seluruh pengalaman dan pengetahuan (dan kehendaknya, hehe). Ini yang disebut sebagai pendekatan “teknokratik”. Sehingga, RPJMN 2025-2029 adalah amalgam Prioritas Presiden dan Prioritas Institusi Negara. Secara klasik, disebut sebagai pendekatan politis dan pendekatan teknokratik. Walaupun, beberapa orang mungkin beranggapan bahwa kedua pendekatan ini memiliki batas-batas yang kabur (untuk ditelusuri lebih lanjut).
Prioritas Nasional dan Prioritasnya Prioritas Nasional
Prioritas Nasional di RPJMN 2025-2029 sebenarnya sama persis dengan Asta Cita, 8 Misi Asta Cita menjadi 8 Prioritas Nasional. Tentu jika hanya mengikuti Prioritas Presiden, maka Kelompok Program Kerja dan Program Kerja Asta Cita juga akan mengikuti. Namun, di RPJMN 2025-2029, turunan Prioritas Nasional (Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, dan Proyek Prioritas) ditulis ulang.

Walaupun sudah dibantu Institusi untuk menjabarkan prioritasnya, dengan jumlah prioritas dan indikator yang sangat banyak, Presiden dan Kabinet tetap perlu sesuatu untuk memusatkan perhatiannya. Pemusatan perhatian ini bisa dilakukan dengan memilih prioritas-prioritas yang dianggap paling penting, baik penting karena dampaknya, waktu terasa dampaknya, atau… hal-hal lainnya.
Strategi Prioritas Pembangunan (SPP)
Berbeda dengan Asta Cita/Prioritas Nasional yang berusaha menaungi semua urusan di Republik ini, RPJMN 2025-2029 memberikan penekanan lebih kepada tiga hal, tingkat kemiskinan, kualitas sumber daya manusia, dan pertumbuhan ekonomi. Istilah yang digunakan adalah “pendekatan lintas sektor lintas Prioritas Nasional”. Hal ini memberikan sinyal bahwa walaupun terdapat 8 Prioritas Nasional, 3 SPP ini akan menjadi penyaring Prioritas Nasional kembali, hal yang benar-benar prioritas dari banyaknya prioritas (setidaknya di tataran substansi).

Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC)
Sama seperti Asta Cita, RPJMN 2025-2029 memasukan PHTC. Berbeda dengan Asta Cita yang tidak secara eksplisit meletakkan PHTC ke dalam struktur prioritas Asta Cita, PHTC ini dipastikan untuk tercakup dalam struktur Prioritas Nasional. Sehingga pelaksanaannya bisa dipastikan ke Kementerian/Lembaga terkait dan keberhasilannya bisa terukur via sasaran dan indikator (akan dijelaskan di bagian berikutnya).

Kegiatan Prioritas Utama (KPU)
Tidak kalah dengan PHTC yang sudah ada sejak Asta Cita, RPJMN 2025-2029 juga memperkenalkan sesuatu yang disebut Kegiatan Prioritas Utama. KPU ini dipilih dari seluruh Kegiatan Prioritas pada struktur Prioritas Nasional, sesuai dengan SPP. RPJMN 2025-2029 mendeskripsikan KPU sebagai “kebijakan terintegrasi yang memiliki daya ungkit tinggi terhadap pencapaian sasaran pembangunan nasional”. Sayangnya, sedikit (jika memang ada) penjelasan terkait teori perubahan atau keterkaitan KPU terhadap Sasaran Pembangunan (akan dijelaskan dibagian berikutnya) dan SPP. Sebagai contoh (dengan mengambil kasus yang rasanya paling ekstrim), sulit membayangkan bagaimana KP Penguatan Pers dan Media Massa yang Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri (BEJO'S) berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas SDM, dan pertumbuhan ekonomi, lebih kuat daripada KP-KP lainnya yang tidak terpilih sebagai KPU, seperti KP Penguatan Infrastruktur Telekomunikasi, Pos dan Penyiaran.
Selain itu, dapat juga diobservasi bawa seluruh PHTC juga merupakan KPU. Mengingat tidak ada KPU dalam Asta Cita, dapat diekspektasikan bahwa KPU adalah salah satu cara Institusi bertindak sebagai penerjemahan kehendak dan Prioritas Presiden (jika tidak secara langsung menyusun prioritasnya sendiri).
Proyek Strategis Nasional (PSN)
Selain itu, terdapat “Daftar 77” (Indikasi) Proyek Strategis Nasional. Sebagai alat yang diperkenalkan pada periode Pemerintah sebelumnya, patut diduga bahwa PSN dilanjutkan dikarenakan fungsi dan manfaatnya untuk mempercepat proyek-proyek spesifik. Seluruh infrastruktur institusional, mulai dari peraturan terkait fasilitasi rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, perizinan lainnya, penjaminan, juga terkait lembaga yang dibentuk untuk fasilitasi (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas), mekanisme kerja, relasi antar lembaga, dan seterusnya, yang menjadikan melanjutkan mekanisme PSN sebagai pilihan kebijakan yang dapat langsung bekerja sejak hari pertama Pemerintah baru. Dan siapa yang tidak ingin dengan cepat menunjukkan hasil kerjanya?
Tentu, bukan berarti PSN ini tidak mengalami perubahan. Jika dilihat pada RPJMN 2020-2024, tidak ada daftar indikasi PSN. Ini kemungkinan terkait dengan penambahan PSN sebagai tugas dan fungsi kementerian yang menangani urusan perencanaan pembangunan nasional (untuk ditelusuri lebih lanjut). Selain itu, meskipun alatnya dilanjutkan, bukan berarti seluruh proyek spesifiknya juga dilanjutkan, 29 dari 77 PSN merupakan proyek baru, dan 48 lainnya merupakan kelanjutan dari periode sebelumnya. Proyek lanjutan ini jauh lebih sedikit dibandingkan daftar PSN terakhir Pemerintah yang lalu per Permenko Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024, tentang Perubahan Keenam atas Permenko Bidan Perekonomian Nomor 7 tahun 2021 tentang Proyek Strategis Nasional, dengan 226 Proyek Strategis Nasional dan 14 Program Strategis Nasional.
Kembali ke struktur prioritas, PSN (setidaknya dalam narasi RPJMN 2025-2029) ini tidak secara langsung dikaitkan dengan struktur Prioritas Nasional seperti PHTC, dan menggunakan kategorisasi tematik tersendiri. Seseorang bisa menduga keterkaitan PHTC dengan Prioritas Nasional seperti yang dicoba berikut.
Cara mengetahui #IndonesiaMaju
Tentu dengan banyaknya Prioritas, perlu ada cara untuk mengetahui keberhasilan pembangunannya. Inilah hal yang disebut Sasaran dan Indikator. RPJMN 2025-2029 memiliki Sasaran Pembangunan dengan Indikatornya, begitu pula Prioritas Nasional, Program Prioritas, dan Kegiatan Prioritas.
Dengan pohon prioritas yang bercabang banyak, kita bisa ekspektasikan jumlah indikator yang sangat banyak juga. Tentu jika setiap Proyek Prioritas berinduk ke Kegiatan Prioritas, dan Kegiatan Prioritas berinduk ke Program Prioritas, dan berinduk pula ke Prioritas Nasional, maka bisa diduga (atau bahkan diekspektasikan) jika setiap sasaran dan indikator di level lebih bawah berinduk kepada sasaran dan indikator level atas. Hanya saja, Matriks Prioritas Nasional Lampiran II RPJMN 2025-2029 tidak menyampaikan informasi ini, dan rasanya tidak ada informasi publik terkait hal ini, sehingga dugaan (atau lagi, ekspektasi) ini perlu diklarifikasi lebih lanjut.

Jika dugaan keterkaitan indikator ini benar adanya, maka persoalan terkait KPU dan daya ungkitnya akan tetap ada. Perlu ada penelusuran mendalam terkait setiap keterkaitan indikator KPU dengan Sasaran Pembangunan RPJMN 2025-2029 dan teori perubahan yang diajukan.
Jika dugaan keterkaitan indikator ini salah adanya, maka persoalan lain muncul.
Terutama, kemungkinan Prioritas Nasional, Program Prioritas, dan Kegiatan Prioritas yang secara substansi misalign/tidak selaras dengan Sasaran Pembangunan RPJMN 2025-2029.
Satu mekanisme kerja RPJMN 2025-2029
Dasar Hukum Rencana Strategis K/L
Rasanya bisa dipahami, jika RPJMN 2025-2029 tidak ingin menciptakan situasi di mana banyak sekali indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan, dan disaat yang sama kesulitan mengidentifikasi pihak yang sebenarnya bertanggung jawab untuk mendorong pencapaian indikator tersebut. Ada indikator yang dapat mudah diimplikasikan penanggungjawabnya, seperti insidensi HIV. Ada juga indikator yang karena lintas urusan kementerian, dikhawatirkan untuk terjadi tarik ulur, atau bahkan saling melempar kinerjanya. Sebagai contoh, indikator rasio ekspor produk hilir kelapa sawit terhadap bahan baku ini terkait beberapa kementerian yang menangani urusan pertanian, perindustrian, dan perdagangan. Inilah mengapa dalam RPJMN 2025-2029, setiap indikator ditentukan pengampunya. Setiap K/L juga diwajibkan untuk memuat indikator-indikator yang ditentukan RPJMN 2025-2029 ke dalam Rencana Strategis K/L 2025-2029.
Berdasarkan UU Nomor 59 tahun 2024 tentang RPJPN 2025-2029, pengendalian dan evaluasi terhadap RPJMN digunakan untuk pemberian penghargaan berupa insentif atau disinsentif kepada K/L. Dalam Perpres Nomor 12 tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029, belum ada keterangan insentif dan disinsentif yang dimaksud. Mungkin sudah ada tapi belum ditemukan, atau memang masih perlu menunggu peraturan turunannya.
Hal yang mungkin terkait insentif adalah jika berdasarkan kegiatan Kick Off Penyusunan Rancangan Awal Renstra K/L 2025-2029, indikator dan capaiannya akan digunakan dalam menentukan kinerja kementerian oleh Kementerian PAN-RB sesuai Permen PANRB Nomor 22 Tahun 2024 tentang Penilaian Kinerja Organisasi. Kesesuaian peran K/L dalam pelaksanaan RPJMN dan capaian kinerja menjadi salah satu unsur usulan penyesuaian tunjangan kinerja (per K/L) sesuai Permen PANRB Nomor 8 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penyesuaian Tunjangan Kinerja.

Untukku Indikatorku, Untukmu Indikatormu
Setiap K/L akan fokus untuk mencapai indikator yang menjadi penentu capaian kinerjanya, dan dalam kesempatan K/L tertentu membantu K/L lainnya, besar bergantung dengan keselarasan indikator masing-masing K/L. Karena sifat alami pembangunan, akan ada trade off atau talik ulur antar K/L dengan urusan yang saling bersinggungan. Tidak sulit membayangkan kementerian yang menangani urusan lingkungan hidup akan enggan mempermudah hal yang merusak lingkungan hidup itu sendiri, meskipun kementerian yang menangani urusan industri berkesimpulan bahwa hal tersebut akan menumbuhkan sektor manufaktur dan karenanya ekonomi Indonesia.
Hal ini yang secara klasik disebut sebagai silo informasi, atau bahkan mentalitas silo. Situasi ini terjadi ketika K/L terbatasi dengan urusannya sendiri, meskipun urusan ini terpaut dan saling mempengaruhi urusan lain. Meskipun demikian, dalam konteks perencanaan, rasanya perlu berhati-hati dalam memberikan penilaian perilaku suatu pihak sebelum melihat struktur insentif yang ada. Dan dari penjelasannya sebelumnya, tidak heran mengapa terjadi silo ini. Setiap K/L akan fokus untuk mencapai indikator penentu capaian kinerjanya sendiri.
Setidaknya dalam RPJMN 2025-2029, hal ini coba dimitigasi dengan menjadikan Kementerian Koordinator sebagai pengampu indikator di level Prioritas Nasional, bahkan Sasaran Pembangunan RPJMN 2025-2029. Tentu, ada harapan Kemenkoan ini melaksanakan fungsi… koordinasi (iya lah) untuk mencegah dan melerai silo-silo. Sayangnya, hal ini tidak diiringi dengan perbaikan struktur insentif, yang akan menimbulkan persoalan baru: Kemenkoan juga perlu memastikan indikatornya sendiri tercapai, dan jika ada indikator yang bahkan tarik ulur antar Kemenkoan, ini perlu diselesaikan oleh Presiden. Mengingat jumlah indikator yang banyak dan perhatian Presiden (siapapun pengisinya) yang terbatas, bisa diekspektasikan akan ada hal yang terlewat.
Semua Berusaha Mengoptimasi, Hasilnya Belum Tentu Optimal
Kementerian yang menangani urusan perencanaan pembangunan nasional dalam penyusunan RPJMN 2025-2029 dan Renstra K/L 2025-2029, melakukan tugas dan fungsi untuk memastikan Prioritas Nasional dapat terencana (dan harapannya terlaksana) dengan baik, dan selaras satu sama lain, terutama terhadap Sasaran Pembangunan RPJMN 2025-2029. Pada kasus ini, kementerian ini bertindak sebagai pengoptimasi atau penyelaras Prioritas Nasional.
Seperti yang ada pada bagian sebelumnya, K/L juga akan berusaha untuk mengoptimasi indikator dan capaiannya, belum tentu terhadap Prioritas Nasional itu sendiri, tetapi juga insentif yang lain. K/L dalam menyusun Renstra K/L juga mungkin menyusun ulang posisi indikator sedemikian rupa sehingga teori perubahan dan keterkaitan indikator struktur Prioritas Nasional RPJMN 2025-2029 menjadi berubah atau berbeda dari semula. Selain itu, mengingat banyaknya indikator, dan sumber daya K/L yang terbatas, maka dalam pelaksanaannya K/L juga akan mendahulukan indikator yang capaian kinerjanya dapat diukur secara cepat agar terdapat hasil kinerja yang dapat dipantau, lebih kuat dibandingkan perubahan sistemik jangka panjang (jika memang ada perubahan jangka panjang).
Sehingga, Presiden, Kabinet, kementerian yang menangani urusan perencanaan pembangunan nasional, dan setiap K/L, juga perlu waspada atas ekses pendekatan indikator ini, mulai dari distorsi alokasi sumber daya, manipulasi capaian (atau bahkan definisi/metadata) indikator, tumpang tindih urusan, pengabaian eksternalitas negatif, kebijakan simbolik, dan fokus berlebihan terhadap penciptaan kepala berita dengan analisis biaya-manfaat yang belum tentu kuat. Ini semua akan kembali kepada ketepatan teori perubahan yang diajukan di RPJMN 2025-2029. Untuk Pemerintah, bisa diduga sudah terdapat proses peninjauan dan penjelasan teori perubahan ini antara kementerian yang menangani urusan perencanaan pembangunan nasional dengan K/L lainnya, pun juga melalui Forum Group Discussion dan kajian yang melibatkan pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi, dan masyarakat sipil. Sayangnya, dengan bentuk RPJMN 2025-2029 saat ini, sulit untuk menelusuri kembali teori perubahan yang digunakan, dan lebih sulit lagi untuk publik umum bisa memberikan masukan terhadap teori perubahan tersebut.

Jadi, apa yang prioritas?
Presiden dan Kabinet, dapat dipahami akan merujuk ke PHTC, Prioritas Presiden, dan hal-hal lain yang menguasai siklus berita hari itu.
Kementerian yang menangani urusan perencanaan pembangunan nasional, dapat dipahami akan merujuk ke seluruh Prioritas Nasional, Program Prioritas, dan Kegiatan Prioritas, atau setidaknya KPU dan PSN.
K/L lain, dapat dipahami akan merujuk ke Prioritas Nasional, Program Prioritas, dan Kegiatan Prioritas yang indikatornya mereka ampu.
Apa yang Prioritas, Jika Semua Prioritas?
RPJMN 2025-2029 dapat dianggap sebagai suatu menu yang darinya setiap pihak bisa memilih dan memaksimalkan satu dibandingkan lainnya. Meskipun demikian, RPJMN 2025-2029 ini baru ada di tahapan rencana. Tentu hal yang benar-benar prioritas dapat diobservasi ketika pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar terkait tahapan pelaksanaannya menunjukan preferensi atau kebijakannya. Pihak-pihak ini tentu bisa merujuk ke yang memiliki kewenangan umum eksekutif Pemerintah, kementerian yang menangani urusan keuangan negara, dan lainnya (untuk ditelusuri lebih lanjut).
RPJMN 2025-2029 memiliki kemampuan untuk mengikat K/L dan indikatornya, benar. Selain itu, dapat diamini juga bahwa RPJMN 2025-2029 memiliki kemampuan pewacanaan, memberi rujukan bagi setiap pelaku pembangunan, bahasa bersama, dan kebenaran dasar (ground truth) bersama dengan indikator-indikatornya. Karenanya, peningkatan kapabilitas Pemerintah dalam mengomunikasikan dasar pemikiran, hasil kajian, dan batasan-batasan kebijakan yang diambil rasanya akan semakin penting ke depan, membangun kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi rencana pembangunan.
Notabene
Tulisan ini adalah tulisan pertama terkait dengan RPJMN 2025-2029. Beberapa hal lain yang dapat ditelusuri terkait RPJMN 2025-2029 ini adalah:
Arti “pedoman” dan “dasar hukum”
Waktu dan kondisi unik penerbitan
Keluaran spesifik Kementerian/Lembaga
Keterkaitannya dengan perencanaan penganggaran
Dan mungkin hal-hal lainnya. Harapannya (semoga, belum tentu, diusahakan, tapi mari mencoba), akan ada tulisan lanjutan terkait hal-hal di atas.